Sabtu, 27 Juni 2015

Tarawih Kilat di Blitar ini Dilakukan 10 Menit


Ponpes Mamba'ul Hikam di Kabupaten Blitar, melangsungkan tarawih kilat secara turun temurun, jika dibandingkan dengan tarawih pada umumnya. Bagaimana tidak, salat tarawih 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat, sekitar 10 menit saja. Meski demikian, salat tarawih yang digelar di masjid komplek ponpes ini selalu diikuti ribuan jamaah dari berbagai wilayah di Blitar, Tulungagung dan Kediri. Gerakan dalam salat ini memang cukup cepat dibandingkan salat tarawih umumnya. Dua rakaat hingga salam, dijalankan dalam tempo sekitar 35-40 detik, dengan bacaan yang cepat pula. Pantauan detikcom, salat tarawih serta witirnya selesai sebelum pukul 19.00 wib. Pimpinan Ponpes, KH Dliya'uddin Azzamzami (45) yang ditemui mengaku, memang salat berlangsung cepat, namun tidak mengurangi rukun atau syarat salat atau keluar dari syariat hukum Islam. "Ini sudah tradisi sejak mbah saya dulu, derek dawuh poro sepuh (Semua orangtua) kita tidak mengubah tradisi, tidak melanggar syariat, tidak lepas dan keluar dari ajaran Islam, tidak keluar syariat tidak mengurangi syarat-syarat rukun salat," kata KH Dliya'uddin ramah di teras masjid pondok, Kamis (25/6/2015). Pimpinan ponpes yang biasa disapa Gus Dliya' ini menambahkan, tarawih ini pertama kali dikenalkan pendiri pondok, KH Abdul Ghofur (alm) tahun 1907 bersamaan dengan berdirinya masjid. Selepas tarawih dan witir, para santri pondok biasanya melantunkan puji-pujian diiringi irama bedug masjid. Sementara dari pantauan detikcom di lapangan, jamaah yang datang ke masjid jumlahnya sekitar 5 ribuan. Mereka tiba lebih awal, untuk memilih tempat agar tidak ketinggalan jamaah. Seorang jamaah Sukamto, warga Desa Mantenan mengaku telah mengikuti tarawih ini sejak puluhan tahun silam. Dan baginya, mengikuti salat tarawih ini tujuannya adalah untuk ibadah, bukan untuk tujuan lain. "Ya, saya tarawih di sini karena saya warga di sini. Bukan karena tarawihnya lebih cepat atau tujuan lainnya. Niat saya hanya untuk ibadah salat tarawih," tandasnya. Ponpes Mamba'ul Hikam pertama kali berdiri sekitar abad 18 lalu. Kini jumlah santrinya mencapai seribuan dari berbagai wilayah di tanah air. Sementara, salat cepat di ponpes ini hanya dilakukan untuk salat tarawih dan witir saja,. Untuk salat 5 waktu tetap sama seperti pada umumnya di pondok-pondok lain. (fat/fat)

Jumat, 26 Juni 2015

Duh, Saya Menipu di Bulan Ramadhan


Dering telepon dari nomor 081224791118 mengagetkan saya pagi ini. Jelas bukan sebuah nomor dari kontak yang tersimpan. Siapa sih gerangan? “Halo,” sapa saya. “Halo, Assalamualaikum Bapak, perkenalkan saya Insinyur Haji Bambang Irawan, M.Si.,M.Pd dari PT Telkomsel Pusat Jakarta ingin memberitahu sebuah kabar gembira bagi Bapak sekeluarga.” Jreeng. Ini dia, satu lagi seorang penipu nyasar ke nomor saya. Coba deh, saya ladeni dulu orang ini. “Kabar gembira Pak?” “Iya betul Bapak, syukur Alhamdulillah nomor Bapak telah keluar sebagai pemenang undian Telkomsel Poin yang tadi malam pukul sebelas dan disiarkan langsung di stasiun televisi Global TV Pak,” cerocosnya dengan nada bicara cepat dan meyakinkan. “Global TV Pak?” tanya saya. “Iya betul Pak, syukur Alhamdulillah, Bapak tidak nonton ya?” “Wah tidak Pak, tadi malam saya ketiduran.” “Jadi begini Pak, dari sepuluh nomor yang keluar jadi pemenang, Bapak ada di urutan tiga besar dan syukur Alhamdulillah Bapak berhak mendapatkan dana bantuan THR senilai lima belas juta rupiah dan plus bonus pulsa sebesar 1 juta.” Hmm, orang ini rupanya terlalu banyak menyalahgunakan ungkapan “syukur Alhamdulillah” untuk tujuan yang tidak baik. “Jadi untuk proses pengiriman hadiah kami kirim lewat ATM. Bapak punya ATM kan? Di Bank apa Bapak?” “Emm, Bank Muamalat,” jawab saya, sengaja tidak menyebut bank biasa seperti BRI, BNI atau Mandiri. “Oke, jadi Bank Muamalat ya? Berapa nomor rekeningnya Bapak?” “Aduh Pak, ATM-nya lagi dibawa istri saya belanja ke pasar, bagaimana ini?” “Tolong istrinya dihubungi ya Pak, disusul atau bagaimana. Sementara nomor rekeningnya bisa saya catat? Berapa Bapak?” “Itu dia Pak, gimana ya? Nomor rekeningnya dibawa juga sama istri.” “Lho, nomor rekening kok bisa dibawa?” “Lha iya dong Pak, kan ATM-nya dibawa buat belanja. Nah, nomornya kan ada dii buku tabungan, disimpan di tasnya. Saya kan nggak hapal nomornya Pak.” “Bapak perlu tahu ya Pak, kalau tidak ada nomor rekening, hadiah bisa hangus karena kami gunakan sistem gugur alias bedrest… “Sistem apa Pak? Bedrest?” dalam hati saya menahan tawa mendengar istilah bedrest. “Sistem dorpress Bapak, artinya sistem gugur, jadi kalau Bapak tidak bisa, terpaksa kami batalkan hadiah dan dilimpahkan pada pemenang cadangan.” “Eh tunggu Pak Budi, jangan batal Pak Budi, emm, nama Bapak Budi Irawan bukan?” sengaja saya bumbui acting saya dengan menyebut nama salah, hasil belajar dari nonton OVJ. “Saya Bambang Irawan, bukan Budi. Jadi bagaimana ini Bapak mau batal atau?” “Tunggu dulu Pak, bagaimana kalau tunggu lima belas menit lagi saya hubungi istri saya bagaimana?” “Jangan terlalu lama Pak, sepuluh menit lagi kami hubungi ya?” “Oke Pak, sepuluh menit.” Selama sepuluh menit menunggu, saya mencatat sebuah nomor abal-abal sebagai jawaban jika dia bertanya. Dan ternyata, si Budi, eh Bambang Irawan masih menganggap saya sebagai calon korban potensial dengan kembali menghubungi saya sepuluh menit kemudian. “Halo, Assalamualaikum, bagaimana Bapak sudah ada nomor rekeningnya?” tanya dia. “Sudah Pak, ini nomor 919574111124,” jawab saya sambil mengeja nomor rekening palsu itu. “Atas nama siapa Pak?” “Atas nama Heri Sujono,” itulah nama sekilas yang saya ingat. “Baik, bisa diulangi nomornya Pak?” tanya dia. “919574111124…” jawab saya. Rupanya dia ngetes nih, untung meskipun mengarang saya sudah mencatat nomor itu. “Oke, benar Pak. Jadi selanjutnya Bapak kami beri tugas pergi ke ATM sekarang juga. Tolong henponnya jangan dimatikan ya Pak, soalnya saya akan pandu dari sini.” “Tidak dimatikan? Wah gimana kalau basah Pak, soalnya gerimis Pak, takut henpon rusak,” dan sampai pada titik ini saya sudah mulai merasa jago berakting. “Bapak masukin kantong atau bagaimana lah, yang penting jangan dimatikan. Sekarang berapa jarak ke ATM dari rumah Bapak?” “Emm, sekitar tujuh menit Pak, naik motor.” “Oke sekarang juga Bapak berangkat ke ATM, ingat henpon jangan dimatikan,” “Iya, iya Pak, saya berangkat sekarang…” Demi memuluskan adegan, terpaksa saya pun mengambil motor dan mengendarainya seolah-olah pergi ke ATM. Padahal saya cuma muter di depan rumah dan pencet-pencet klakson sedikit supaya tambah meyakinkan, terdengar lewat henpon di kantong. Eh, ternyata nggak sadar sambungan henpon sudah putus dan sudah ada tiga panggilan tak terjawab dari Pak Budi, eh Bambang. Saya pun mengirim SMS padanya untuk menghubungi kembali. “Halo Assalamualaikum Bapak, sudah di ATM?” tanyanya. “Sudah Pak, saya di ATM ini, tapi…” “Ya, bagaimana bisa langsung saya pandu?” “Sebentar Pak, tapi ini kata Satpam di ATM, saya tidak boleh memakai ATM.” “Lho, kenapa kok begitu?” “Iya, saya kan minta tolong Pak Satpam bantu saya pakai ATM karena saya tidak biasa. Tapi katanya saya tidak boleh bertransaksi dengan Bapak sebelum ada informasi dari Bank,” jawab saya sekenanya. “Bapak ini percaya saya dari Telkomsel Pusat Jakarta atau dengan Satpam? Oke, terserah Bapak, soalnya 15 juta bisa hangus dan hadiahnya akan kami alihkan…” “Tunggu dulu Pak Budi! Tunggu!” kembali saya mencoba dramatis. “Iya makanya Bapak harus percaya saya, sayang lho 15 juta hangus berarti Bapak menyia-nyiakan rejeki. Hmm, dia sudah tak sadar dipanggil namanya dengan “Budi” bukan “Bambang”. “Betul Pak, apalagi ini mau lebaran, uangnya banyak sekali buat THR…” “Syukur Alhamdulillah, Bapak memang beruntung sekali…” “Tapi Pak, tak bisakah dikirim lewat wesel Pos saja? “Hmm, wesel Pos? Bisa saja Pak, tapi Bapak akan dikenai pajak besar senilai 200 ribu rupiah.” “Nggak papa Pak, potong saja dari uang hadiah saya yang 15 juta.” “Oh, tidak bisa Pak. Pajak itu harus dikirim ke kami dari dana Bapak sendiri, tidak bisa hadiahnya dipotong.” “Aduh, gimana ya Pak, saya bingung ini?” “Atau kalau tidak bisa, Bapak harus membeli pulsa berupa voucher elektrik senilai 200 ribu yang ditransfer ke nomor henpon yang kami tentukan sebagai bukti bahwa alamat Bapak memang valid.” Wah, banyak juga alasan Bambang Irawan ini demi meraih keuntungan dari calon korbannya. “Duh, Pak kebetulan tidak ada uang 200 ribu di dompet saya ini,” jawab saya dengan nada memelas. “Bapak kalau tidak bisa usahakan ya terpaksa kami batalkan hadiahnya.” “Tunggu Pak Budi! Masak dibatalkan sih? Kasihan saya Pak Budi.” “Makanya Bapak harus bantu kami dong, kami sudah banyak buang waktu untuk Bapak, kalau memang tidak bisa ya terpaksa kami batalkan!” nadanya mulai meninggi. “Lho, Pak Budi kok marah? Ini kan bulan puasa Pak Budi, atau kalau mau saya cari pinjeman dulu Pak sebentar…” saya pun pura-pura ngobrol dengan seseorang, mau pinjam uang 200 ribu. “Halo Pak Budi!” “Iya bagaimana Pak?” dan orang ini sudah pasrah saya panggil dengan nama “Budi”. “Wah, gimana ini Pak Budi, Pak Satpam yang tadi benar-benar galak, nggak mau dipinjemi uangnya…” “Oke Pak, sudah kalau begitu terpaksa kami batalkan hadiahnya!” “Pak Budi! Tungguuuuu……” Dan akhirnya sambungan telepon itu pun terputus. Pupus sudah harapan saya dapat THR sebesar 15 juta rupiah. Hanya sebuah penyesalan tersisa bagi saya, karena sudah “menipu” orang saat di bulan puasa, meskipun yang saya tipu adalah seorang penipu profesional. Ternyata modus penipuan begini tidak ada hentinya terjadi, meskipun di bulan puasa. Justru para penipu mencoba memanfaatkan momen puasa dan jelang lebaran untuk lebih meyakinkan si korban. Salam hati-hati. copas.. KOMPASIANA widi Kurniawan

Kamis, 18 Juni 2015

Nasihat Kepada Para Gadis Remaja


engan terbata-bata dan diiringi linangan air mata penyesalan seorang remaja putri bertutur, “Peristiwa ini bermula hanya dari pembicaraan melalui telepon antara diriku dengan seorang pria, lalu berlanjut membuahkan kisah cinta di antara kami. Ia merayu bahwa dirinya sangat mencintaiku dan ingin segera meminangku. Dia berharap dapat bertemu muka denganku, namun aku sungguh merasa keberatan, bahkan aku mengancam ingin menjauhi dirinya, kemudian menyudahi hubungan ini. Akan tetapi aku tak kuasa melakukan itu. Maka aku putuskan dengan mengirimkan fotoku dalam sebuah surat cinta yang semerbak dengan wangi aroma bunga mawar. Gayung bersambut suratku pun dibalas olehnya, dan semenjak itu kami sering saling kirim surat. Suatu ketika melalui surat, ia mengajakku untuk keluar pergi berduaan, aku menolak dengan keras ajakan itu. Tetapi ia balik mengancam akan membeberkan semua tentang diriku, foto-fotoku, surat cintaku, dan obrolanku dengannya selama ini melalui telepon, yang ternyata ia selalu merekamnya. Aku benar-benar dibuat tak berdaya oleh ancamannya. Akhirnya aku pun pergi keluar bersamanya dan berharap dapat pulang kembali ke rumah dengan secepatnya. Memang aku pun akhirnya pulang, namun sudah bukan sebagai diriku yang dulu lagi, aku telah berubah. Aku kembali ke rumah dengan membawa aib yang berkepanjangan, dan suatu ketika kutanyakan kepadanya, “Kapan kita akan menikah?” Apakah tidak secepatnya? Namun ternyata jawaban yang ia berikan sungguh menyakitkan, dengan nada menghina dan merendahkanku ia berkata, “Aku tak mau menikah dengan wanita rendahan sepertimu!” Wahai saudariku tercinta! kini engkau tahu bagaimana akhir dari hubungan kami yang jelas-jelas terlarang dalam agama ini. Oleh karena itu waspada dan berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus dalam hubungan semacam itu. Jauhilah teman yang buruk perangai, yang suatu saat bisa saja ia menjerumuskanmu lalu menyeretmu ke dalam pergaulan yang rendah dan terlarang. Ia hiasi itu semua sehingga seakan-akan menarik dan merupakan hal biasa yang tidak akan berakibat apa-apa, tak akan ada aib dan lain sebagainya. Jangan percaya omongannya, sekali lagi jangan gampang percaya! Itu semua tak lain adalah tipu daya yang dilancarkan oleh syetan dan teman-temannya. Dan jika engkau tak mau berhati-hati maka sungguh hubungan haram itu akan berakibat sebagaimana yang telah kusebutkan di atas atau bahkan lebih parah dan menyakitkan lagi. Berhati-hatilah jangan sampai engkau terpedaya dengan bujuk rayu para laki-laki pendosa itu yang kesukaannya hanya mempermainkan kehormatan orang lain. Mereka adalah pembohong, pendusta dan pengkhianat, walau salah satu dari mulut mereka terkadang menyampaikan kejujuran dan keikhlasan. Apa yang diinginkan mereka adalah sama, dan semua orang yang berakal mengetahui itu, seakan tiada yang tersembunyi. Berapa kali kita mendengarkan, demikian juga selain kita tentang perilaku keji mereka terhadap para gadis remaja. Namun sayang seribu sayang bahwa sebagian para gadis tak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa memalukan yang menimpa gadis lainnya. Mereka tak mempercayai segala ucapan dan nasehat yang diberikan kecuali setelah peristiwa itu benar-benar menimpa, dan setelah terlanjur menjadi korban kebiadaban lelaki amoral itu. Tatkala musibah dan aib yang mencoreng muka telah terjadi, maka ketika itulah ia baru terbangun dari keterlenaannya, timbullah penyesalan yang mendalam atas segala yang telah dilakukannya. Ia berangan-angan agar aib, derita, dan kegetiran itu segera berakhir, namun musim telah berlalu dan segalanya telah terjadi,yang hilang tiada mungkin kembali! “Mengapa semua jadi begini?” Saudariku Tercinta! Bagi yang terlanjur jatuh dalam hubungan yang haram dan terlarang, jika mau berpikir maka tentu ia akan menjauhi cara seperti itu sejak awal mulanya. Sehingga tak seorang pun bisa mengajaknya demikian berpetualang dalam cinta. Sebab dalam petualangan tersebut mempertaruhkan sesuatu yang paling mulia yang merupakan lambang harga diri dan kesucian wanita. Jika sekali telah hilang, maka tak akan mungkin kembali selamanya. Wanita mana yang menginginkan agar miliknya yang paling berharga hilang begitu saja dengan sia-sia demi kesenangan sekejap? Lalu setelah itu kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat dalam keadaan terhina dan tersisih tiada mampu mendongakkan kepala? Tiada lagi laki-laki yang mengingin kannya, hidup terkucil dan penuh kerugian yang selalu mengiringi sisa umurnya. Hatinya makin teriris manakala melihat teman sebayanya atau yang lebih muda telah menjadi seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan pendidik generasi muda. Oleh karena itu wahai saudariku, pikirkanlah semua ini! Jauhilah olehmu hubungan muda-mudi yang melanggar aturan agama agar engkau tidak menjadi korban selanjutnya. Ambillah pelajaran dari peristiwa yang menimpa gadis selainmu, dan jangan sampai engkau menjadi pelajaran yang diambil oleh mereka. Ketahuilah bahwa wanita yang terjaga kehormatannya itu sangatlah mahal, jika ia mengkhianati dan tak menjaga kehormatan itu, maka kehinaanlah yang pantas baginya. Tetaplah engkau pada kondisi jiwamu yang suci dan mulia dan janganlah sekali-kali engkau membuatnya hina serta menurunkan martabat dan ketinggian nilainya. Jangan kau kira bahwa untuk mendapatkan seorang suami yang baik hanya dapat diperoleh melalui obrolan lewat telepon ataupun pacaran dan pergaulan bebas. Banyak di antara mereka yang jika dimintai pertanggung jawaban agar segera menikah justru mengatakan: Bagaimana mungkin aku menikahi wanita sepertinya. Bagaimana pula aku rela dengan tingkah laku dan caranya. Bagi wanita yang telah mengkhianati kehormatannya sehari saja. Maka tiada mungkin bagi diriku untuk memperistrinya. Bila engkau tak menginginkan jawaban yang menyakitkan seperti ini maka jangan sekali-kali menjalin hubungan terlarang, cegahlah sedini mungkin. Selagi dirimu dapat mengen-dalikan segala urusan yang menyangkut pribadimu, maka kemuliaan dan harga diri akan terjaga. Carilah suami dengan cara yang baik dan benar, sebab kalau toh engkau mendapatkannya dengan cara gaul bebas dan cara-cara lain yang tidak benar, maka biasanya akan berakibat tersia-sianya rumah tangga dan bahkan perceraian. Rata-rata kehidupan mereka dipenuhi oleh duri, saling curiga, menuduh, dan penuh ketidakpercayaan. Jangan kau percayai propaganda sesat yang berkedok kemajuan zaman atau mereka yang menggembar-gemborkan kebebasan kaum wanita yang mengharuskan menjalin cinta terlebih dahulu sebelum menikah. Janganlah terkecoh, sebab cinta sejati tak akan ada kecuali setelah menikah. Sedang selain itu, maka pada umumnya adalah cinta semu, hanya mengikuti angan-angan dan fatamorgana, sekedar menuruti kesenangan, hawa nafsu, dan pelampiasan emosi belaka. Ingatlah bahwa kehidupan dunia ini sangatlah singkat dan sementara, mungkin sebentar lagi engkau akan meninggalkannya. Maka jika ternyata engkau telah terkhilaf dengan dosa-dosa segera saja bertaubat memohon ampunan sebelum ada dinding penghalang antara taubat dengan dirimu. Demi Allah nasihat ini kusampaikan dengan tulus untukmu dan itu semua semata-mata karena rasa sayang dan cintaku kepadamu. Sumber: Buletin Darul Wathan “nihayatu fatah” HUDZEIF